No more War - No more Trouble
Sepulang dari Sintang, salah satu Kabupaten outer dari Kalbar. Subuh, sambil nunggu jemputan mantan Kekasih. Saya nyempetin diri ngopi di Asiang, tukang koran pun belum lewat jadi baca berita yang ada di facebook.
Ada 2 tulisan yang bikin mata ngantuk gegara tidur kurang, jadi melek. Satu menyoal Annual Event hemat energi, yang satu lagi soal "pepesan kosong" yang ga ada ujungnya untuk diributin.
“Langit begitu hitam sampai batasnya dengan Bumi hilang. Akibatnya, bintang dan lampu kota bersatu, seolah-olah berada di satu bidang. Indah, kan?”
Jadi "Indah" ketika untuk satu jam malam jadi gulita hanya satu titik penanda bahwa ritual sudahlah tiba. Tak perlu dikritik tak perlu dicemooh. Himbauan hanyalah ajakan, Jikalau suka bolehlah turut. Persoalan kreatifitas dan seni iitu urusan jiwa.
“Kalau saja hidup tidak berevolusi, kalau saja sebuah momen dapat selamanya menjadi fosil tanpa terganggu, kalau saja kekuatan kosmik mampu stagnan di satu titik, maka...tanpa ragu kamu akan memilih satu detik bersamanya untuk diabadikan. Cukup satu.”
― Dee Lestari, Filosofi Kopi: Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade
Mahluk yang dibuat Tuhan yang disebut Manusia, lebih dinamis dari malaikat.
Punya nafsu punya segala. Nafsu tersebut membuat manusia cenderung jadi jahil. Jahil dan merasa dirinya paling benar. Seolah benar dengan pemahaman akan Sang Pencipta. Tuhan Maha Tau, adalah agama sebagai rambu.
Sesuai taraf pemahamannya, boleh saja berbeda. Rambu itu lebih pribadi, lebih personal. Karena yang Jahil itu personal.
Dinamisme mahluk yang tersebut manusia yang bikin dunia tambah jadi berwarna. Hitam dan Putih. Hitam putih dengan rentang abu-abu ditengah.
The Almighty lebih paham, lebih paham dengan perbedaan.karena DIA yang buat dinamika itu.
Persoalan Seni, kreatifitas dan rambu hanyalah urusan jiwa. Seibarat kopi kehidupan, hitam pahit dan yang putih itu susu, ada rasa manis, enak, nikzat.
Menyatukan yang beda adalah sebuah Hil yang mustahal. Bikin jadi stagnan, monoton dan nge bosen in. Saya yakin Tuhan juga tidak mau. Tuhan hanya ingin kita memilih, jangan indifferrent.
Perbedaan idealnya bisa sejajar-sama hanya dengan minum Kopi. Selepas perjalanan semalam dari Sintang berakhir di Kopi Asiang. Nikmati seruput demi seruput. Sendirian sambil nguping para peminum kopi pada ngobrol seiring menikmati gelapnya subuh yang perlahan pagi.
Sempurna pagi ku melihat hiruk pikuk di warung kopi
"Kopi enak adalah kenikmatan, Sahabat adalah harta tak ternilai"
Saya punya Teko Kopi Besar, bawa gelasmu, yok kita ngopi sampai matahari terbit. Jangan habiskan umurmu meributkan perbedaan
Editorial yang menarik ya pak Teguh. Dalam kompleksitas nya, alam kadang bercerita dalam bahasanya sendiri. Tergantung seberapa sensitif Kita mengambil filosofi dari hal hal keseharian yang kita temui.
ReplyDeleteContohnya... Hitam putih hidup dan filosopi kopi yang di deliver di tulisan ini.
Mantap pak.. Ditunggu tulisan berikutnya
Olraaaaiiit ...tengkyu, perlu waktu khusus buat nulis
Delete